Siapa itu Tata Moseva? Mengapa
klipnya di kuburan? Tumben bikin lagu sedih? Banyak yang bertanya demikian selepas aku merilis
video klip terbaruku, kemarin pertengahan bulan Maret di youtube. “Dimana Kau
Berada (Tata Moseva)”. Sebenarnya aku tidak mau membahasnya lagi, cerita itu
begitu kelam. Tapi terpaksa kujawab untuk memuaskan mereka.
Dulu, akhir tahun 2012. Aku lagi
senang-senangnya belajar hypnosis dan NLP, Neuro Linguistik Programming. Pemrograman
pikiran. Aku belajar bersama adikku Wildan, di Purwokerto. Guruku, Pak Beta,
sejawat satu profesi denganku, perawat. Kini aku PNS di Dinkes Kabupaten Tegal.
Hobi nyanyi dari kuliah sampai sekarang tak bisa kuhentikan. Begitu cintanya
aku dengan dunia tarik suara. Sungguh. Bahkan di surga pun aku akan tetap
bernyanyi kelak.
Tiga bulan lamanya pelatihan hypno-NL
kala itu, melewati Ramadhan. Aku dan adikku kadang tidur di hotel melati, lebih
sering lagi malah tidur di ruang pelatihan Pak Beta. Biar irit. Waktu itu masih
sewa ruko di depan Universitas Muhammadiyyah Purwokerto. Syukurlah, Santy, istriku,
mengijinkanku mondar-mandir make motor, Tegal-Purwokerto. Dia yakin pelatihan ini
akan bermanfaat untuk pengembangan diri keluarga kami kelak. Dia kutinggal di
rumah bersama Jeny, anak gadisku yang berumur
4 tahun.
Pelajaran NLP ini mulai menarik saat masuk
sesi praktik. Ada satu teknik terapi unik bernama Time line, garis
waktu. Impian kita satu tahun ke depan bisa kita desain dengan teknik
ini. Banyak cerita dari Pak Beta tentang keberhasilan peserta pelatihan dalam teknik
ini. Ini kusebut teknik berdoa dengan gaya modern. Bukannya merubah takdir sih,
tapi ikhtiar. Ikhtiar itu kan bagian dari perjalanan bagaimana Tuhan mewujudkan
takdir. Begitu aku mengartikannya.
Waktu materi time line itu diberikan, kami peserta pelatihan berempat. Semuanya
harus praktik. Kami diminta Pak Beta menuliskan 4 target waktu dan apa yang ingin
dicapai di tahun 2013. Yap, aku mantap. Bulan Maret 2013 aku akan beli rumah
baru untuk praktik perawatan lukaku. Juni 2013 omzet praktikku akan naik 2 kali
lipat. Agustus 2013 aku akan beli mobil. Dan, bulan Februari 2014 akan ada
sesuatu yang luar biasa di rumahku. Target waktuku sengaja menjorok sampai ke awal
tahun 2014.
Mulailah, kami dituntun Pak Beta. Diiringi
musik relaksasi, kami masing-masing berdiri di lajur lakban memanjang 8 meter, sejajar
di atas karpet. Memejamkan mata, mengatur napas. Dan, Pak Beta mulai memberikan
perintah.
“Bayangkan, ada sebuah garis cahaya
putih, memanjang tanpa ujung ke arah depan dan ke belakang. Mengambang persis
di sebelah pinggang Anda. Sekarang, peragakan dengan kedua tangan Anda,
ambillah garis cahaya itu. Letakkan di atas kepala. Lalu perlahan, turunkan
garis cahaya itu ke arah dada. Pelan-pelan, cahaya itu turun ke bawah, menembus
kepala Anda, dan dada Anda. Rasakan begitu hangat dan nyaman saat melewati
tubuh Anda itu.
Kini, peragakan dengan kedua telapak
tangan Anda, bukalah garis cahaya itu melebar. Semakin melebar, meluas. Hingga garis
cahaya itu menyibak kegelapan lingkungan sekitar Anda menjadi sebuah alam baru.
Kini, Anda ada di alam baru, berdiri di jalan setapak yang begitu indah. Terang
benderang. Jalan itu dipenuhi dengan warna-warni bunga sebagai pagarnya,
semerbak aromanya. Udara dan cuacanya sejuk bisa Anda rasakan sekarang.
Sekarang, bayangkan ada empat buah
titik di jalan setapak itu. Yang berjarak masing-masing satu langkah kaki. Itu
adalah empat target pencapaian Anda setahun mendatang. Kini, peragakan dengan
langkah kaki Anda. Sekarang, peragakan, majulah satu langkah ke titik pertama dan
rasakan dengan nyata pencapaian Anda di target pertama itu.”
Kami berempat maju selangkah.
Berhenti di titik imajiner pertama. Disitu aku mulai membayangkan, sekarang adalah
Maret, 2013. Aku berada di rumah baruku.
Sudah lama kuincar rumah ini. Rumah milik almarhum Habib Ghosim yang letaknya
di seberang tempat praktikku sebelumnya, kini jadi milikku. Bangunan dengan
lebar 7 meter dan panjangnya hingga 37 meter. Ada dua mobil pasien yang sedang
parkir di luar. Aku melihat Mbak Ida dan Soleh, karyawanku, sedang merawat luka
pasien kencing manis. Film impian ini begitu nyata dalam kreasiku sebagai
sutradara.
Aku berbincang dengan keluarga pasien. Kudengar dia berkata “Wah, tempat
praktiknya baru ya, Pak Johan. Lebih luas.” Aku pun menjawabnya dalam imajinasiku,
“Ya Pak, demi kenyamanan pasien, kalo dulu kan tidak ada AC-nya, bau lukanya kemana-mana.
Disini bapak yang nganter pasien juga nyaman.”
Tiba-tiba, Pak Beta menyela, “Sudah?
Bersiaplah menuju titik imajiner yang kedua. Melangkahlah satu langkah ke
depan, rasakan pencapaian nyata Anda yang kedua. Libatkan semua panca indera.
Visual, audio, kinestetik. Silahkan.”
Kami langsung fokus ke titik kedua.
Kami berempat melangkah. Wow, ini adalah bulan
Juni tahun 2013. Kulihat pasienku membludak, penuh. Karyawanku sudah berjumlah
6 orang, semua gesit melayani, berseragam hijau, khas branding tempat pelayanan
praktikku. Kami melayani pasien sampai jam 10 malam. Ya Allah, aku dipercaya oleh
banyak orang, wajah mereka berharap sembuh. Kaki mereka sedang membusuk
dan terancam amputasi.
“Ini laporan bulan Juni, Pak.” Mbak Ida menyodorkan laporan bulanan. Kulihat
grafik naik hingga dua kali lipat. 60 juta! Ya Allah, ini omzet tertinggi
seumur hidupku.
“Luar biasa ya, Mbak. Padahal ini bulan puasa lho. Tempat pelayanan kesehatan
umumnya omzetnya lagi turun. Terimakasih ya, Mbak.” Mbak Ida tersenyum balik.
“Sudah?” tiba-tiba ada suara Pak
Beta. “Bersiaplah menuju impian Anda yang ketiga.”
Kami peserta pelatihan meninggalkan
semua adegan rekayasa pikiran tadi. Ambil satu langkah ke depan. Dan inilah
impian ketigaku. Mobil! Ini adalah
Agustus 2013. Mobil sedan merah yang sudah dari tahun lalu sering kugambar di coretan
kertas dan papan impian. Yes, aku sedang mengandarainya! Wow, AC-nya dingin.
Duduknya nyender nyantai kayak di pantai. Tiiin Tiiiin!.. Kuklakson dua kali.
“Wah.. akhirnya kelakon naik mobil bersama keluarga ya, Mah.” Kusapa Santy yang tak
henti-hentinya tersenyum.
“Yeey.. hidup Papah. Alhamdulillah
nggak kehujanan lagi! Ayo Jeny, bilang apa ke Papa?”
“Terimakasih, Papah.” Jeny di belakang tersenyum riang kuajak jalan-jalan
keliling Alun-alun kota Tegal.
Tiba-tiba, “Bersiaplah menuju impian
terakhir Anda.” Suara Pak Beta, membuyarkan film pendekku.
Kami melangkah ke titik impian
terakhir. Inilah titik impian terakhirku, Februari 2014. Banyak orang berkerumun di rumahku. Memandangku, mereka seperti
berbisik pelan. Suasana hening. Ada sesuatu yang luar biasa di rumahku. Suatu
peristiwa besar. Teman band, teman kantor, teman perawat. I don’t know what it is. Pokoknya it’s a big moment.
“Sudah?” Suara Pak Beta, memotong
lamunan kami.
“Berbaliklah. Dan, berjalanlah
kembali ke titik awal posisi berdiri kalian tadi, sambil meraih sumber-sumber
energi dari semua takdir pencapaianmu tadi. Masukkan ke dalam dada. Ambillah
keberuntungan-keberuntungan, kejadian-kejadian, orang, daya, waktu, tenaga yang
sudah mendukung semua pencapaianmu menjadi nyata.”
Kami melangkah perlahan balik ke
titik awal berdiri. Gerakan tanganku seperti menggapai sesuatu dari kekosongan
dan mengarahkannya masuk ke dalam dada. Aku menarik semua gambar orang yang
tadi aku temui dalam pikiranku, semua pasienku, keluargaku, karyawanku, temanku.
Seperti banyak kilat cahaya putih dari alam semesta masuk menyelinap ke dalam
dada. Whuz… whuz… whuz…
Tibalah kami di titik awal. Kami
balik kanan, memandang jalan impian masa depan kami dengan mata yang masih
tertutup. Memantapkan hati. Ya, Tuhan akan mewujudkan semua itu untukku. Pak
Beta menuntun kami untuk mengubah semua film imajinasi impian tadi menyempit
dan kembali menjadi sebuah garis cahaya yang melintasi menembus dada. Zap!
Kami meletakkannya kembali tepat di sebelah pinggang. Dan, lenyap begitu saja. Cling!
selesai. Kami membuka mata perlahan dan saling tersenyum, kembali ke
realita, kami sedang di tempat pelatihan Pak Beta. Oh, ternyata pipiku basah. Rupanya
aku menangis tanpa sadar karena begitu emosionalnya terlibat terapi permainan tadi.
Waktu berjalan. Mengalir alami begitu
saja. Pesanan impianku sudah masuk ke alam bawah sadar. Dipasrahkan ke Tuhan.
Biarkan Dia mewujudkannya dengan caraNya. Dan, waktu bertahap membuktikannya. Semuanya
mewujud nyata! Ini keajaiban hidup paling spektakuler yang belum pernah aku
alami.
Maret 2013. Rumah Habib Ghosim ternyata
tak jadi terbeli, karena istrinya takut ribet urusan dengan bank. Rupanya yang
jadi takdirku adalah membeli rumah sebelah praktikkanku sebelumnya. Aku tutup
hutang koperasi, 15 juta dengan uang hasil praktikku. Dua minggu keliling bank,
akhirnya dapat hutangan 350 juta dari Bank BPD.
Juni 2013! Omzetku naik, 63 juta! Padahal
bulan Mei hanya 30 juta! Oh my god! This is real!
Lalu liburan lebaran tahun itu, Om
Honok, pamanku dari Semarang datang silaturahmi. Dia menawarkan mobilnya. Dia bosan
ingin ganti. Dan tahukah apa mobilnya? Benar! Sedan merah Toyota Corola SE,
sesuai pesanan impian time line-ku! Aku
menyanggupinya, mulai menabung saat itu. Akhirnya terbeli meskipun waktunya
agak mundur dari impian. Bukan Agustus tapi awal September 2013.
Aku terpana dengan semua takdir ini
dan terus melaporkan ke Pak Beta satu persatu. Hingga saat bulan Januari 2014,
aku masih tak tahu apa yang akan terjadi di bulan depannya. Saat itu aku sempat
menceritakan kebingungan impianku pada Santy. Dia sedang hamil usia 8 bulan, persiapan
menyambut anak keduaku.
“Bulan depan, akan ada peristiwa apa
ya, Mah? Aku melihat dalam impianku, akan ada peristiwa besar di rumah ini,
banyak sekali orang berkunjung kesini.”
“Ya, mungkin karena anak kita lahir,
Pah.”
“Tapi, jika hanya sebuah kelahiran, tak
mungkin sebanyak itu yang hadir, Mah.” Entahlah.
Awal Februari, kandungan Santy melewati
HPL, Hari Perkiraan Lahir. Hingga, akhirnya seminggu kemudian, tanggal 8, Santy
terlihat letih. Dia memang sudah 5 kali ngeflek, keluar darah selama
kehamilan. Dia sering kecapaian meladeni suaminya ini yang sedang semangat-semangatnya
praktik merawat luka.
Aku bawa Santy ke praktik bidan. Praktikanku
kutinggal, nitip ke karyawan. Santy mulas, perutnya nggak karuan. Malam itu
detak janin masih terdengar, normal. Namun esoknya, bidan kebingungan mencari
suara jantung buah hati kami. Kami dirujuk ke praktik dokter spesialis
kandungan. Dan disana, janin kami dinyatakan meninggal sebelum lahir.
Astaghfirullah… aku tersentak, dihantam
tinju keras tepat di jantungku. Ya Allah… anak cewek yang kuimpikan. 9 bulan
Santy letih membawanya. Aku pontang-panting cari uang, praktik sampe malam hingga
kelelahan. Namanya pun sudah kusiapkan, Tata Moseva. Aku bersalah! Aku menyesal!
Aku telah membuat impian yang tidak jelas! Tidak spesifik! Ya Allah, ternyata Engkau
maha mendengar apa yang ada dalam pikiran. Pikiran ini begitu sakral! Ampuni ya
Allah. Aku salah dalam berdoa.
Sekian
“Dimana
Kau berada (Tata Moseva)”
Official Music Video of SeeMs LiKe IdiOt
"Dimana Kau berada" (Tata Moseva)
Indah saat ku kenang kamu
Meski kita belum menyatu
Dan kamu kan menjadi malam terakhirku saat rembulan pun layu
Andai kita akan bertemu
Pasti akan kuingat slalu. Dan aku kan menjadi slalu pemujamu saat mentari berpeluh
Jika kau sanggup mencintaiku wanita, terima, Terima aku wanita, Tahukah apa yang kukorbankan untukmu? semua, Semua untuk wanita, Dimanakah kini kau berada?
Album 'SaLam HeWan'
Lagu ini dipersembahkan untuk mendiang Tata Moseva, putri Joe SLI yang meninggal 9 Februari 2014.